RESONANSINEWS.COM – Bontang, Komisi III DPRD Kota Bontang kembali menggelar agenda rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Lalu Lintas dan Angktan umum (Senin, 13/07/2020) bersama Tim Asistensi yang beranggotakan Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bontang.
Pembahasan Raperda ini dipimpin oleh anggota Komisi III, Abdul Malik, yang kembali memperjelas pentingnya peraturan daerah terkait zona keselamatan sekolah, khususnya yang bersinggungan dengan lalu lintas di Kota Bontang. Menurut Abdul Malik, esensi dari Raperda ini sebagai payung hukum yang bersifat legal formal untuk kepentingan masyakat secara umum. “Apalagi keberadaan sekolah yang mengusung identitas sekolah ramah anak sebagai program pemerintah wajib didukung, baik secara kelembagaan ataupun peraturan pemerintah yang saling berkaitan,” jelasnya.
Abdul Malik juga menekankan perlunya daya dukung berupa sarana dan prasarana untuk membantu keberlangsungan rancangan peraturan daerah ini agar terealisasi sesuai sasaran. Sarana yang menjadi pembahasan adalah minimnya fasilitas halte bus serta rambu rambu lalu lintas untuk dipersiapkan sebagaimana mestinya sesuai dengan tupoksi dinas terkait.
Menyikapi hal tersebut, Tim Asistensi Raperda dari Dinas Perhubungan, Kamilan, memberikan beberapa penjelasan tentang minimnya fasilitas halte bus di sepanjang jalan kota Bontang. Ia membenarkan pernyataan pimpinan sidang bahwa keberadaan halte bus yang dimiliki pemerintah Kota Bontang masih tergolong minim. Keberadaan halte bus yang berada di wilayah Kota Bontang saat ini merupakan halte bus yang notabenya masih menjadi milik swasta. Kebanyakan dari perusahaan seperti PT pupuk kaltim, Indominco, dan PT LNG Badak. Sampai saat ini, pihak Dishub tidak ada bukti penyerahan fasilitas tersebut kepada pemerintah melalui dinas perhubungan.
Terkait dengan zona selamat sekolah, Kamilan menegaskan bahwa hal tersebut memang perlu diperhatikan secara serius. Terlebih lagi yang berkaitan dengan rambu-rambu lalu lintas untuk memberikan tanda kepada sekolah-sekolah yang keberadaanya di pinggir jalan raya. Untuk mekanisme pembuatan rambu tersebut, Dishub selaku petugas lapangan menyatakan kesanggupan untuk membuat rambu–rambu tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pihaknya juga memberikan ruang terbuka kepada Dinas Pekerjaan Umum apabila dalam proses pembuatan rambu-rambu lalu lintas mengalami kendala agar saling berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan. Menurut kamilan, sebenarnya Dinas Pekerjaan Umum tidak berkewajiban untuk pembuatan rambu-rambu lalu lintas. Akan tetapi, berdasarkan praktik di lapangan biasanya Dinas Pekerjaan Umum sudah terlebih dahulu membuat beberapa rambu lalu lintas walapupun masih belum sesuai dengan standar yang berlaku.
Selain pembahasan tersebut, perlu sanksi tegas yang dituangkan dalam Raperda Lalu Lintas dan Angkutan umum. Hal ini disampaikan oleh tenaga ahli bidang hukum, Naning Dahliana, agar seluruh pelanggaran, baik besar maupun kecil dapat ditindak tegas oleh petugas. Naning memaparkan penambahan beberapa pasal dalam rancangan peraturan daerah tersebut terutama terkait dengan sanksi pidana dan sanksi administratif.
Salah satu yang disoroti adalah sanksi bagi oknum tertentu, baik sengaja ataupun berupaya merusak fasilitas lalu lintas diberikan hukum yang jelas. Pemaparan Naning berfokus pada fasilitas umum, seperti halte, rambu lalu lintas, dan rambu zona selamat sekolah yang menjadi aset penting untuk dijaga. Adapun denda yang harus dibayarkan apabila terdapat pelanggaran dan terbukti melakukan perusakan terhadap fasilitas tersebut maka akan diberikan sanksi pidana dan denda sebesar 50 juta rupiah. (R-2/Dwi)