Resonansinews.com – Bontang, Pimpinan sidang Komisi III DPRD Kota Bontang, Abdul Malik menanyakan muatan pasal 5 dalam Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Limbah B3 dalam sidang yang digelar selasa (4/8/2020). Ia memberikan tanggapan atas catatan yang diberikan oleh kemenkumhan dari draft Raperda Pengelolaan Limbah B3 yang sudah diajukan oleh tim asistensi Raperda Kota Bontang.
Menurut Abdul Malik selaku pimpinan sidang, pasal 5 dalam draft Raperda pengelolaan limbah perlu dibahas kembali. Dalam pasal ini menyangkut permasalahan pengelolaan, penimbunan, pengangkutan dan penyimpanan limbah B3 dari pabrik atau badan usaha lainya yang tidak ddiakomoddir dalam pasal tersebut. Alasan yang disampaikan abdul malik adalah dampak dari limbah B3 terhadap ketersediaan air bersih di kota Bontang. Pencemaran limbah B3 mampu menjadi permasalahan khusus apabila tidak ditangani dengan aturan yang sedang disusun tersebut. Ditambahkan abdul malik bahwa kondisi kota bontang merupakan kawasan industi kimia terbesar di Indonesia.
Selebihnya, Faisal selaku anggota Komisi III juga mendukung pernyataan pimpinan sidang terkait aturan dalam pasal 5 tentang pengelolaan limbah B3 bagi Industri. Menurut faisal, industri besar seperti PT Pupuk Kaltim sudah memiliki teknik khusus dalam pengelolaan limbah B3, tetapi di kota Bontang masih banyak industri rumahan yang belum memiliki cara tepat untuk pengelolaan limbah B3. Sehingga aturan tentang pengelolaan, penimbunan, pengangkutan dan penyimpanan limbah B3 dalam rancangan peraturan daerah tentang limbah B3 perlu untuk ddipertahankan.
Sependapat dengan Faisal dan Abdul Malik, tim hukum Komisi II Mikel memberikan pemaparan atas ketidaksetujuan catatan yang diberikan oleh Kemenkunham terhadap pasal 5 raperda limbah B3 yang diusulkan. Menurut Mikel pasal 5 justru memberikan muatan lokal dari kondisi kota Bontang yang notabenya sebagai kawasan industri.
Mikel lebih menekankan bahwa ada kewenangan daerah yang perlu dipertahankan terkait pengelolaan tata ruang kota Bontang. Tetapi, permasalahan izin pengelolaan memang bukan menjadi kewenangan daerah, melainkan kewenangan dari pusat. Alasanya adalah syarat yang harus dipenuhi sebagai kawasan industri yang belum pernah ddiupayakan oleh pemerintah daerah.
Perlunya usulan tentang kawasan industi ini harus menjadi pekerjaan rumah oleh seluruh stekholder di kota bontang tegas mikel. Pemerintah harus melakukan kerjasama baik secara politis atau kelembagaan bersama dengan perusahaan yang beroperasi untuk membangun lokasi khusus pengelolaan limbah B3 yang diajukan kepada pemerintah pusat. Selanjutnya menurut mikel pemerintah harus memperoleh daya dukung baik dari lingkup rumah tangga (RT/RW) beserta pemerintah desa yang akan dijadikan lokasi pengelolaan limbah B3.
Langkah ini perlu diambil agar muatan Raperda pengelolaan limbah B3 tidak bertentangan dengan UU nomor 23 tahun 2014 sebagai rekomendasi dari perwakilan tim hukum Komisi III. Urgensinya adalah apabila limbah B3 tidak dikelola dengan baik mampu berdampak pada pencemaran lingkungan yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Sehingga akan berpengaruh pada pengelolaan APBD di Kota Bontang. (R2/Dwi)