Resonansinews.com – Bontang, Putusan peradilan atas perkara pemenuhan hak mantan karyawan PT Kaltim Equator dengan PT KNE menemui babak baru. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan amar putusan pengadilan yang tak kunjung dilaksanakan oleh pihak pihak yang terkait walaupun sudah memiliki kekuatan hokum yang tetap (inkrah). Sehingga ada beberapa perwakilan dan praktisi hokum menyampaikan langkah langkah strategis untuk para mantan karyawan PT Kaltim Equator yang disampaikan pada sidang komisi II DPRD Kota Bontang yang dipimpin oleh Agus Haris selaku Wakil Ketua Komisi II (Selasa/28/7/2020).
Sebelumnya, Syarif selaku praktisi ketenagakerjaan menitikberatkan permasalahan pada hasil putusan pemegang saham (RUPS). Ia memberikan penjelasan tentang pokok permasalahan yang terjadi dimana ada keuntungan yang diterima oleh PT KNE dari hasil putusan pengadilan yang inkrah. Keuntungan yang didapat salah satunya adalah tidak adanya kewajiban PT KNE untuk memberikan pesangon kepada 56 karyawan PT Kaltim Equator yang terdampak PHK.
Dalih yang digunakan dalam putusan peradilan tersebut menurut syarif sesuai UU 13 tahun 2004 adalah tidak ada hubungan kerja antara PT KNE dengan 56 mantan karyawan PT Kaltim equator. Tetapi, dalam kesempatan ini syarif menyampaikan secara kelembagaan PT Kaltim Equator dan PT KNE yang memiliki 1 direksi yang sama.
Keterangan Syarif selaku praktisi ketenagakerjaan, kejadian berawal dari kesepakatan RUPS dengan dirut PT KNE yang sekaligus pimpinan PT Kaltim Equator untuk menyiapkan pemenuhan hak-hak karyawan yang terkena PHI. Kesepakan dalam RUPS tersebut sudah di rencanakan dan disetujui oleh pemengan saham bersama dengan dirut PT KNE. Akan tetapi, pada tahun 2010 ada pergantian dirut sehingga terjadi perubahan kesepakatan yang menjadi sumber permasalahan saat ini.
Atas pemaparan tersebut, Agus selaku ahli hukum menyarankan kepada seluruh mantan karyawan PT Kaltim Equator untuk bersabar sejenak. Agus memberikan kepastian bahwa ada bantalan hokum yang jelas agar hak-hak mereka terpenuhi dari putusan PHI dan pengadilan yang sudah ketok palu.
Menurut Agus, secara keperdataan memang PT KNE dan mantan karyawan PT Kaltim Equator tidak memiliki hubungan kerja. Sehingga mereka tidak berhak dan berkewajiban dalam memenuhi tanggung jawab untuk memberikan pesangon atas PHK yang terjadi. Tetapi ada UU 40 tahun 2007 tentang perseroan sebagai badan usaha yang bisa digunakan sebagai landasan hukum untuk menuntuk pemenuhan hak-hak karyawan.
Langkah strategis yang bisa dilakukan oleh karyawan adalah pengajuan BAP kepada kepolisian atas tindakan perseroan yaitu PT Kaltim Equator terhadap karyawan. Langkah ini dapat diajukan secara pribadi oleh 56 mantan karyawan berdasarkan kerugian yang diterima sesuai putusan pengadilan perdata. Selanjutnya, ia menyarankan untuk menambahkan keterangan bahwa PT Kaltim Equator tidak melaksanakan putusan peradilan dengan dalih penggelapan, perbuatan tidak menyenangkan dan penipuan terhadap mantan karyawan atas PHK.
Secara kelembagaan, PT Kaltim Equator merupakan lahan usaha yang sahamnya dipegang sebesar 90% oleh PT KNE. Otomatis kedua perseoran tersebut akan terdampak dari hasil penyeledikin kasus BAP yang diajukan. Akibatnya ancaman lockoff atau pembekuan usaha bisa terjadi karena kedua perusahaan tersebut dianggap tidak memenuhi kriteria sebagai perseroan. (R2/Dwi)